Siang itu siang yang biasa saja
bagi bocah berseragam biru putih, yang lebih tepatnya biru kelabu,atau biru
kuning, atau biru..apalah sebutan yang tepat untuk warna baju putih kusam.
Bajunya kusam karena tak pernah diganti sejak tahun lalu. Ayahnya bukan orang
yang mampu untuk membelikan baju baru setiap tahun, namun ayahnya mampu
membayar uang sekolah yang tidak mahal.. ya tidak mahal dibandingkan harapan
dan hasrat orang tua untuk menempatkan anaknya pada lingkungan sekolah yang
berprestasi baik dan serius dalam menyelenggarakan pendidikan, meskipun untuk
itu sang ayah harus menganggap setiap bulan adalah bulan ramadhan karena harus
puasa setiap hari.
Ya siang itu di saat terakhir
sebelum ia menyelesaikan tahapan sekolah menengah pertama, ia melihat
lingkungan sekolahnya. Menatap bunga yang tertata rapi, melihat lapangan basket
, ruang guru , kelas dengan whiteboard , melihat parkiran sepeda dimana banyak
sepeda para siswa terparkir dengan rapi, kemudian melihat parkiran sepeda motor
dan matanya tertuju pada motor sport jaman itu. “Pastilah ini milik para siswa
laki-laki dengan ekonomi keluarga menengah ke atas..” demikian pikirnya . ya
kebanyakan motor sporty itu pastinya untuk menarik perhatian para wanita. Demikianlah hal-hal yang mungkin luput
dari perhatian orang tua, bahwa materialism itu dimulai saat masa puber.