Sudah lama saya tidak menulis ,
dan hari ini saya ingin menulis lagi. Bukan cerita panjang dan karya sastra nan
indah, namun hanya pemikiran kecil yang
lumrah dijumpai. Salah seorang nasabah yang saya hormati pernah menasehati “sekalipun
kita di jalan yang benar, kadang kita harus mengalah demi kebenaran yang lebih
tinggi"
………….........
Alkisah seorang pria muda yang
bernama alek , yang baru saja mempunyai anak dari istri tercintanya sedang
dalam perjalanan menuju ke rumahnya. Tak sabar ia menemui sang buah hati,
mengendarai mobil sendiri. Sebuah mobil sedan berwarna putih keluaran
terbaru, Di dalamnya terdengar alunan musik merdu dengan sebungkus terang bulan
manis hangat untuk sang istri tercinta diletakkan di jok sebelah. Saat itu
jalanan tidak begitu ramai, suasana senja yang indah, seindah suasana hatinya.
Hanya saja di jalanan pulau para dewa ini begitu sempit, bahkan yang disebut
jalan propinsi hanya sanggup dilintasi dua mobil berpapasan. Di jalan itu dilalui
truk truk pengangkut barang, yang berjalan lamban karena penuh muatannya,
sehingga mau tidak mau kita harus mendahului dan mengambil haluan jalan sebelah
kanan. Apabila dari arah berlawanan kendaraan begitu ramai, tentu saja kita
harus bersabar dibelakang truk yang amat sangat lamban, yang tak peduli bahwa
kelambananya yang terlalu itu mengganggu pengemudi di belakangnya, yang tak
peduli bahwa muatannya terlalu berlebihan dan dapat membahayakan orang lain.
Saat itu alek dengan kecepatan yang lumayan tinggi tiba-tiba melihat sebuah
mobil truk berusaha menyalip truk lamban di depannya dari arah berlawanan. “shiit..
tak tahukah sopir itu bahwa ia sedang berada di haluan orang lain” pikir alek.
Dengan sigap alek menginjak pedal
rem, hingga berdecit bannya , dan truk itu punya kesempatan untuk tetap
menyalip. Andai saja, sopir truk Bengal itu ada di hadapannya kini, sudah pasti tinju
alek mendarat di hidungnya.
“ Sudahlah.. lupakan kebencian dengan supir Bengal itu..
buah hatiku menanti di rumah” piker alek
……...........................
Demikianlah jalan raya..
demikianlah hidup. Kadang kita berada di jalan yang benar.. namun dalam situasi
tertentu , mengalah lebih bijak. Seandainya alek mempertahankan kebenarannya , dan
disaat yang sama sopir truk Bengal itu (yang begitu yakin alek akan mengalah)
tidak sempat lagi menginjak rem. Maka yang terjadi adalah kecelakaan yang
merenggut nyawa. Dan yang menderita adalah keluarga yang ditinggalkan. Seringkali dalam hidup ini kita
menjumpai hal-hal seperti diatas dalam situasi dan konflik yang berbeda.
Demikianlah hidup..kadang-kadang kita berada dalam posisi alek, kadang-kadang
kita tak sengaja berada dalam posisi si supir Bengal. Selagi ada cinta dan
kepedulian dalam hati kita, kita akan sanggup mengalah, walau orang yang
sebenarnya salah justru menyeringai dan menjadikan kita lelucon.
……...................
Di jalan yang sama , Tom yang
mengendarai sedan hitam , sedang
mengemudi sendiri dengan laju yang kencang. Termenung dalam kecepatan yang begitu tinggi dan kaca
jendela yang tertutup rapat. Tak ada satu orangpun diluar jendela itu yang
tahu. Baru beberapa jam lalu Tom yang sebatang kara resmi bercerai dengan
istrinya. Tom yang malang tertipu dalam investasi bodong dan menjaminkan
rumahnya untuk meminjam uang di Bank. Akhirnya bukannya laba yang didapat, tapi
rumahnya satu-satunya disita oleh Bank. Dalam keterpurukannya itu sang istri
yang tak bisa hidup susah meninggalkannya dan dengan mudahnya menemukan pria
lain. Di saat yang sama dokter mengatakan hati Tom sudah terkena sirosis,
kanker hati akibat gaya hidupnya yang tidak baik disaat muda. Tom yang sakit pun diusir dengan halus dari
tempatnya bekerja. Mobil yang dikendarai saat ini, mobil yang sebentar lagi
akan disita karena Tom juga tak mampu bayar cicilan merupakan harta terakhir
yang dimilikinya. Sungguh putus asa dia, dengan laju 120 km/jam ia memacu
mobilnya, berharap lega hatinya nanti.
Di sebuah tikungan ia melihat
dari arah berlawanan sebuah mobil Honda putih keluaran terbaru sedang menyalip
truk di depannya. “shiit… orang ini tak tahu aturan, kamu tahu ini jalan bukan
haluanmu?” maki Tom dalam hati. Tom kini hatinya penuh kebencian, kebencian
pada dirinya sendiri dan kebencian pada orang yang seharusnya menemani dalam
senang dan susah tapi justru
meninggalkannya. Bukannya menginjak rem,Tom menginjak pedal gas lebih dalam,
ini bukan kecelakaan,.. ini pilihan Tom..
“akhiri sudah, tak ada asa
tersisa dalam hidup ini, tak seorang pun memahami bencinya hati ini, biarlah
api neraka menanti..saat ini biarlah mobil putih didepan ini merasakan..sedikit
saja..sedikti saja kebencianku pada dunia”
Demikanlah dalam benak Tom
sebelum semuanya gelap..dalam kebencian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar