Rabu, 01 Juli 2015

A Half Wing of Demon


Siang itu siang yang biasa saja bagi bocah berseragam biru putih, yang lebih tepatnya biru kelabu,atau biru kuning, atau biru..apalah sebutan yang tepat untuk warna baju putih kusam. Bajunya kusam karena tak pernah diganti sejak tahun lalu. Ayahnya bukan orang yang mampu untuk membelikan baju baru setiap tahun, namun ayahnya mampu membayar uang sekolah yang tidak mahal.. ya tidak mahal dibandingkan harapan dan hasrat orang tua untuk menempatkan anaknya pada lingkungan sekolah yang berprestasi baik dan serius dalam menyelenggarakan pendidikan, meskipun untuk itu sang ayah harus menganggap setiap bulan adalah bulan ramadhan karena harus puasa setiap hari.

Ya siang itu di saat terakhir sebelum ia menyelesaikan tahapan sekolah menengah pertama, ia melihat lingkungan sekolahnya. Menatap bunga yang tertata rapi, melihat lapangan basket , ruang guru , kelas dengan whiteboard , melihat parkiran sepeda dimana banyak sepeda para siswa terparkir dengan rapi, kemudian melihat parkiran sepeda motor dan matanya tertuju pada motor sport jaman itu. “Pastilah ini milik para siswa laki-laki dengan ekonomi keluarga menengah ke atas..” demikian pikirnya . ya kebanyakan motor sporty itu pastinya untuk menarik perhatian para  wanita. Demikianlah hal-hal yang mungkin luput dari perhatian orang tua, bahwa materialism itu dimulai saat masa puber.